Monday, June 5, 2017

Moraya Lautan Darah

Moraya Lautan Darah


Benteng Moraya adalah tempat dimana letak terjadinya perang antara warga Minahasa dan Belanda berlangsung. Menurut sejarah, dahulu benteng Moraya ini berlokasi di atas air danau Tondano. Kronologi perang Tondano (1808 - 1809) ini kurang lebih seperti berikut;
1. Kebencian warga Minahasa kepada kompeni Belanda karena perilaku dari kompeni Belanda yang sering kali menipu dan menghina warga Minahasa.
2. Walaupun sering dilakukan perundingan perjanjian antara pihak Belanda dan Minahasa (1789 - 1790), pihak Belanda tetap sering melanggar perjanjian yang mereka buat
3. Puncak kebencian warga Minahasa pecah pada perang Tondano yang terjadi pada 1808 - 1809 
4. Awalnya gubernur jenderal H.W Daendels memutuskan memperbesar angkatan bersenjata Hindia menjadi 20.000 orang untuk menangkal serangan dari Inggris di Jawa (waktu itu Belanda dikuasai oleh Perancis sehingga memusuhi Inggris).
5. Dalam rangka memenuhi kebutuhan itu, diperlukan perekrutan pemuda Minahasa sebanyak 2.400 6. Berbagai perundingan dilakukan oleh residen C.C Prediger namun tidak berhasil sehingga pecahlah perang Tondano.
7. Perang berlangsung di atas benteng Moraya yang berlokasi di atas air dan diikuti oleh hampir seluruh suku di Minahasa yang memberikan bantuan.
8. Sayangnya karena kalah strategi dan senjata, benteng Moraya jatuh ke tangan Belanda

Janji Perdamaian

Janji Perdamaian


Pic 1 : Watu Pinabetengan
Warga Sulawesi Utara khususnya tanah Minahasa perlu berbangga akan monumen ini. Watu Pinawetengan atau juga berarti 'Batu Tempat Pembagian' pertama kali ditemukan pada 19 Juli 1888 di Desa Pinabetengan, Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa. Penggalian kembali diadakan pada tahun yang sama yaitu pada 1888 oleh J.A.T Schwartz dan J.G.F. Riedel. Watu Pinawetengan ini dipercayai oleh adat sekitar sebagai tempat dimana terjadi perundingan dan diamanatkan pembagian wilayah pemukiman bagi keturunan To'ar Lumimu'ut.

Ditempat ini pula dibagikan 4 wilayah besar tanah Minahasa yaitu; Toutewoh, Tounsendangan, Tounmayesu, Tounpakewa. Dari 4 wilayah besar tersebut adapunjenis - jenis kepercayaan seperti ; Tonsea, Toulour, Tombulu dan Tountemboan.

Tempat ini juga dipercayai warga sebagai tempat untuk bertemu para pendahulunya. Saat melakukan perjalanan ke tempat ini, kami beruntung untuk bisa menyaksikan sebuah ritual oleh warga dimana sebuah keluarga datang untuk bertemu dengan para leluhur mereka untuk meminta pertolongan kepada leluhur agar senantiasa dijaga dan di pelihara seluruh keluarganya, ditambahkan banyak berkat agar kehidupan keluarga tersebut akan menjadi baik lagi.

Pic 2 : Proses ritual oleh seorang warga sebagai penghubung antar keluarga dengan leluhur mereka

Pic 3 : Proses komunikasi antara keluarga dengan leluhur
 menggunakan seorang anggota keluarga sebagai
media bagi para leluhur untuk berkomunikasi
Dahulu kala, ada legenda ditempat ini dimana keturunan dari pendiri suku Minahasa To'ar dan Lumimu'ut yang paling tua menjadi sombong dan mulai dipenuhi oleh kesombongan sehingga tidak memperdulikan para saudaranya yang lain. Dari masalah sepeleh ini, para anggota suku menjadi marah dan terjadilah perang saudara. Namun dengan pemikiran yang terbuka dan rasa cinta kedamaian, maka timbulah gagasan untuk mengadakan janji Maesa'an atau bisa disebut janji perdamaian. Dengan digaungkannya perdamaian, para tetua suku juga sepakat untuk membagi wilayah Minahasa menjadi 4 wilayah besar yaitu; Toutewoh, Tounsendangan, Tounmayesu dan Tounpakewa. Dari peristiwa ini, semangat persatuan dan kesatuan sudah ada sejak dahulu kala di dalam diri bangsa Indonesia khususnya di tahan Minahasa dimana perpecahan itu tidak baik dan yang kita butuhkan adalah persatuan dan kesatuan.

Tempat ini ini sudah dikenal oleh dunia sebagai tempat yang sangat sakral bagi warga Minahasa. Permerintah Sulawesi Utara pun sudah memberikan perhatian khusus kepada tempat ini dengan ditetapkannya Watu Pinawetengan sebagai cagar budaya pada 1 Desember 1974 oleh HV Worang sebagai Gubernur SULUT pada waktu itu. Selain itu, pemerintah juga mengadakan upacara tahunan di tempat ini melalui Yayasan Institut Seni Budaya setiap tanggal 7 Juli. 

Dengan kadar sudah diketahui dunia, tempat ini masih sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah. Ini dibuktikan melalui kondisi toilet yang sangat tidak menunjang dan masih minimnya sarana dan prasarana yang ada di tempat ini. Padahal potensi yang ditawarkan oleh lokasi ini sangat besar dan sangat disayangkan untuk tidak dipelihara dan di explore dengan lebih baik lagi. Tempat ini sangat sarat akan unsur budaya, serta kondisi lingkungan alam yang sangat baik. Kiranya pemerintah dapat mencontohi semangat yang sudah ada dari para leluhur di tanah Minahasa untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini.

The Authors of this Blog:

- Nabila P. Kiswanto [16021106054]👧
- Deswita Rambi [16021106041]👧
- Inda Y. Anwar [16021106067 ]👧
- Glen M. Bonde [16021106052]👦
- Angga M. Tomasoa [16021106043]👦
- Michael Tiwa [16021106060]👦
Group 3 

TMP Kairagi : Situs Sejarah Yang Terlupakan

Pic 1: 5 Pahlawan Tersohor yang dimakamkan di TMP Kairagi
Pic 2 : Papan Nama TMP Kairagi


                      Saat ini mungkin hanya segelintir orang yang mengetahui tentang keberadaan dan asal usul dari Taman Makam Pahlawan di Kairagi. Lokasi TMP ini persisnya berada di Kairagi Weru, Paal Dua, Kota Manado, Sulawesi Utara [Location]. Membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit perjalanan dari pusat kota Manado. Di TMP ini ada sebanyak 558 makam yang terdiri dari para mantan petinggi provinsi Sulut, para jendral yang tersohor beserta prajuritnya dan warga sipil. TMP ini di pugar pertama kali pada 9 April 1976 yang diketuai oleh Ny. Edi Sugardo.


Pic 3 : Tugu Pemugaran oleh Ny. Edi Sugardo

Berikut merupakan daftar pahlawan yang dimakamkan di TMP ini:
Pic 4: Daftar Nama Pahlawan yang gugur


                       Pada TMP ini di bangun sebuah monumen TMP Kairagi yang dibangun pada tanggal 1 April 1969 yang diketuai oleh Major Djendral Kaharoedin Nasution dan Brigdjen H.V. Worang. Jika kita melihat lebih jelas mengenai monumen ini, monumen ini sangat melambangkan nasionalisme serta kesatuan bangsa Indonesia. Dimana pada TMP ini para pahlawan yang gugur di kebumikan sesuai kepercayaan para pahlawan masing - masing. Pahlawan yang menganut agama Islam ada disisi kanan dan pahlawan yang menganut agama Kristen di sisi kiri. Namun terlepas dari perbedaan itu, Monumen ini sangat menjelaskan bahwa Indonesia itu satu, bersatu dalam kemanusiaan yang adil dan beradap. Di tengah monumen ini disematkan sebuah puisi dari sastrawan terkenal Indonesia, yaitu Chairil Anwar.


Pic 5: Monumen TMP Kairagi


Pic 6: Sebuah tulisan di belakang monumen TMP Kairagi


                   TMP Kairagi sangat erat hubungannya dengan Peristiwa Merah Putih di Manado. Peristiwa ini terjadi pada 14 Februari 1946. Dimana pemuda - pemuda Manado pada saat itu terkumpul dalam pasukkan KNIL kompi VII di bawah pimpinan Ch. Ch. Taulu untuk memperebutkan kembali kekuasaan Manado, Minahasa dan Tomohon di tangan Belanda. Sayangnya, hanya sedikit warga Sulawesi Utara yang mengetahui mengenai peristiwa besar ini. Seolah terlupakan, karena untuk mencari info tentang TMP Kairagi saja di internet sangat sulit di jaman melenial ini bahkan untuk lokasi dari TMP ini nyaris tak ada di landmark pada Google Maps Location. Padahal  di TMP inilah saksi bisu atas suksesnya pemuda - pemuda Manado dahulu merebut kekuasaan Minahasa kembali dari tangan Belanda. 
                   Dengan artikel ini, kami berharap bahwa readers kami dapat lebih mengenal mengenai sejarah yang ada di Sulawesi Utara. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah dari bangsa itu sendiri.